Senin, 13 Februari 2012

Pidato Muzakir Manaf Pada Deklarasi Kandidat Partai Aceh

Hoka syedara lon mandum...Nibak uroe nyoe, pada hari ini barusan tadi kita telah mendengarkan pidato penting yang disampaikan oleh Yang Amat Berhormat Dr Zaini Abdullah, calon Gubernur Aceh priode 2012-2017, yang diusung oleh partai yang kita cintai yaitu Partai... Ya, saudara-saudara Partai Aceh. Mirah meuplak-plak ban saboh Banda. 

Saya diminta oleh Doto Zaini untuk mendampingi beliau berdiri di hadapan saudara-saudara wahe kawom bandum di teumpat nyoe. Saya diminta untuk menyampaikan sepatah dua kata. Tetapi saya pikir apa yang telah dikatakan dan disampaikan beliau sudah sangat lengkap, amat sangat lengkap, karena beliau adalah orang tua kita, abang kita, dan guru kita semua. 
Doto Zaini Abdullah dengan latar belakangnya sebagai dokter ---doto geu kheuen le ureueng Aceh— sangat mengerti bagian-bagian dari tubuh manusia. Tapi sesunguhnya beliau tidak hanya mengetahui tubuh manusia untuk diobati, tetapi juga mengerti bagaimana tubuh Aceh ini, tubuh Tanoh Indatu geutanyoe nyoe. 

Karena mengerti tentang seluk beluk tubuh, maka beliau juga mengerti bagian-bagian mana yang sakit, dan bagian-bagian mana yang perlu diobati. Beliau juga paham benar bagian-bagian mana dari tubuh Aceh yang sama sekali tidak boleh diganggu, bahkan bagian-bagian mana di Aceh yang tidak boleh disentuh. Misalnya masalah syariat Islam yang tidak boleh diganggu gugat. Islam telah menjadi bagian dari Aceh itu sendiri, karena Aceh adalah daerah pertama masuk Islam ke Nusantara. Dan Islam telah membuktikan kegemilangannya dalam sejarah Aceh dari abad ke abad. 

Hadirin sekalian!
Saya sebagai orang yang lebih muda dari beliau, saya cuma memiliki semangat dan idealisme tentang Aceh. Bagi saya dan puluhan ribu rekan saya yang bertahun-tahun dulu bergerilya di hutan untuk memperjuangkan harkat dan martabat Aceh sebagaimana dikatakan Doto Zaini tadi, berpendapat bahwa pembangunan Aceh harus dipacu dan dipicu dengan cepat. Sasarannya harus jelas. Kita memiliki uang yang banyak, tapi terhambur-hambur kepada hal-hal yang tidak dibutuhkan oleh rakyat. 

Sudah enam tahun Aceh damai, sudah lima tahun Aceh dipimpin oleh orang Aceh kita sendiri. Tetapi kenyataannya rakyat Aceh belum merasa damai dan belum merasa sejahtera sebagaimana kita idam-idam bersama. Kisah sedih dan pilu di Buloh Seuma, Bakongan, yang ditulis oleh surat kabar lokal dan surat kabar nasional dalam dua hari terakhir menunjukkan bahwa kita belum melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat Aceh sebagaimana yang tercantum dalam UU nomor 11 tahun 2006. 

Kita memang telah melaksanakan pembangunan melalui berbagai ide, program, dan gagasan. Tetapi petani-petani kita di desa-desa belum merasakannya. Konsep pembangunan ke depan adalah pembangunan yang terintegrasikan, pembangunan yang menyeluruh.Tidak ada pembangunan yang coba-coba, tidak ada pembangunan yang sifatnya Cilet-cilet. “Cilet sinoe bacut cilet si deh bacut, hana jeuet keubuet lagee nyan cara” . Semua harus jelas sasarannya dan tidak bocor dalam penggunaannya sehingga tidak jatuh ke tangan orang-orang tertentu. 

Misalnya, kalau kita katakan akan membagi-bagikan lahan perkebunan kepada petani, itu harus benar-benar kita bagikan. Jangan kita hanya berjanji, sementara saudara-saudara kita tetap merana dan nestapa. Kalau kita menggratiskan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, sasarannya juga harus jelas. Fasilitas pengobatan gratis adalah hak orang tak mampu, hak orang miskin. 

Pengobatan gratis bukan untuk orang kaya yang mampu berobat ke Medan, ke Jakarta, dan bahkan ke Malaysia. Itu adalah hak orang-orang miskin. Hak saudara-saudara yang selama ini tak tak mampu berobat akibat dililit kemiskinan. Rumah sakit yang bagus dan berstandard harus ada di setiap daerah, agar rakyat yang memerlukan pengobatan gratis tidak mesti berbondong-bondong ke Banda Aceh. 

Akibat banyaknya rakyat yang pergi berobat ke Banda Aceh karena tidak mendapat pelayanan di daerah, rumah sakit di Banda Aceh tak mampu lagi menampungnya. Dokter kewalahan, perawat kebingungan, ruang-ruang penuh. Rakyat memang mendapatkan obat gratis, tapi harus berjuang dalam penderitaan yang lain, yang seharusnya tidak perlu mereka alami karena uang yang dipakai untuk program kesehatan itu adalah uang mereka. Uang rakyat!. 

Partai Aceh tidak menginginkan cara yang seperti itu. Karena dana itu dibahas dan disahkan dalam forum DPRA yang mayoritas anggotanya adalah Fraksi Partai Aceh. Selama Partai Aceh menang, selama Partai Aceh menguasai Gedung Parlemen Aceh, dana gratis untuk kesehatan dan pendidikan diplot dalam APBA. 

Kita semua harus tahu bahwa ada orang yang boleh saja menyatakan bahwa program kesehatan rakyat itu sebagai miliknya semata- mata, bahkan dengan berani meletakkan gambarnya pada kartu itu. Itu adalah reklame murahan dan perilaku curang, tidak terpuji saudara. Rakyat dibodohi dengan berbagai nyanyian, padahal semua orang juga tahu, kita tahu, bahwa sebelum Partai Aceh masuk ke parlemen, masuk ke DPR Aceh, program dan dana tersebut tidak ada, tidak ada saudara-sauadara. Maka dana itu harus transparan dan tepat sasaran, jangan menjadi ajang untuk menjual diri dan berbohong kepada rakyat Aceh. 

Hadirin yang berbahagia!
Bagi Partai Aceh ke depan, apa pun dana yang disediakan dalam APBA tidak boleh dinikmati oleh segelintir orang. Tidak boleh ada pengkhianatan kepada rakyat. Itulah sebabnya maka selalu terdengar suara-suara keras Partai Aceh di parlemen. Partai Aceh dituduh vokal, Partai Aceh dituduh bego. Memang Partai Aceh yang kami pimpin ini adalah partai yang vokal, baik di parlemen maupun di luar parlemen. Sebab, kami harus mengawal perdamaian ini. Kami harus mengawal pembangunan ini dengan baik. Jangan sampai rakyat menuding Partai Aceh sebagai pemenang Pemilu, tapi tidak peduli akan nasib rakyat yang telah memilihnya. 

Dalam kesempatan ini ingin kami tegaskan kembali bahwa komitmen Partai Aceh terhadap kesejahteraan rakyat tidak bergeser sedikit pun cari cita-cita Aceh , yaitu Aceh yang makmur, sejahtera, demokratis, dan bermartabat yang bertitik tolak dari nilai-nilai Islami. Selama ini suara vokal Partai Aceh terdengar dengan nyaring di parlemen. Suara Partai Aceh terdengar di forum-forum tertentu. Ke depan suara dan tindakan Partai Aceh harus tercermin dari perilaku dan kebijakan Pemerintah Aceh dalam menjalankan pembangunan di Aceh. 

Untuk mencapai matlamat atau tekad tersebut, maka pada Pilkada ini Partai Aceh memutuskan untuk memenangkan calon-calonnya. Karena itu pula maka Doto Zaini Abdullah dan saya diputuskan oleh partai untuk menjadi calon gubernur dan calon wakil gubernur. Demikian juga dengan rekan-rekan lain di kabupaten dan kota. Tekad kita, tekad Partai Aceh sudah bulat, tekad calon gubernur /wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon walikota/wakil walikota hanya satu: Aceh harus diurus dengan benar. Aceh harus diatur dengan baik. Semua komponen masyarakat harus dilibatkan. Siapa pun dia dan darimana pun dia lahir. 

Bagi Partai Aceh seseorang layak menduduki jabatan penting bukan karena dia tempat lahirnya. Tetapi karena kemampuannya. Di mata Partai Aceh orang yang lahir di Peureulak sama dengan orang yang lahir di Teunom atau Bukit di bener Meriah, atau Rikit Gaib di Gayo Luas. Orang yang lahir di Pidie sama dengan orang yang lahir di Singkil , Kutacane, Simeulue, dan Lokop. 

Di sini tidak ada orang Aceh Rayuek, tidak ada orang Pidie, tidak ada orang Meulaboh, tidak ada orang Tapaktuan, tidak ada orang Bireuen, tidak ada orang Alas atau Gayo, tidak ada orang Tamiang, dan lain sebagainya. Yang ada adalah semua mereka warga Aceh, orang Aceh yang datang dari berbagai keragaman suku yang semua mereka kita akui, kita cintai dan mendapat perlakuan dan perlindungan yang sama. 

Tidak boleh ada satu sukupun, yang berhak merasa dirinya sebagai warga istimewa, apalagi bangsawan. Semuanya orang Aceh. Semua kita punya hak yang sama dan kedudukan yang setara menurut kemampuan dan keahlian masing-masing. 

Syedara lon bandum!
Demikianlah beberapa hal yang ingin kami sampaikan kepada hadirin semua. Untuk mengakhiri pengantar saya ini, izinkanlah saya sampaikan sebuah ungkapan yang terkenal di kalangan masyarakat Aceh. Ungkapan ini juga kiranya dapat mempersatukan tekad kita dan mengenang perjuangan panjang rakyat Aceh. 

Lon woe rot uteuen jikap le rimueng
Lon woe rot krueng jikap le buya
Lon woe rot laot jikap le paroe
Lon woe u nangroe tijoh ie mata Demikianlah, lebih dan kurang saya mohon maaf. Billahi Taufiq wal Hidayah… Wassalamulaikum Wr Wb.
sumber: atjehpost.com



Berita Terkait: