Kamis, 16 Februari 2012

Inilah Pidato Lengkap Doto Zaini Pada Deklarasi Kandidat Partai Aceh


Assalamulaikum Wr.Wb

Para hadirin dan syedara kamoe bandum!
Pada hari ini kita berada di tempat yang berbahagia ini, di Tanoh Indatu kita ini, untuk menghadiri pendeklarasian pasangan calon gubernur/ calon wakil gubernur, pasangan calon bupati/ calon wakil bupati, dan pasangan calon walikota/ calon wakil walikota seluruh Aceh dari Partai Aceh untuk ikut dalam Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Aceh yang akan diselenggarakan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. 

Bagi Partai Aceh ,mengikuti Pilkada dengan mengusung calon yang layak wajib hukumnya, asalkan dilaksanakan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang tertinggi setelah UU Dasar 1945 bagi Aceh ialah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Di dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Pilkada dilaksanakan dengan berpedoman kepada Qanun Aceh. 


Bagi Partai Aceh mengikuti Pilkada adalah wajib. Karena itu, Partai Aceh mendesak DPRA untuk segera menerbitkan Qanun Pilkada 2012 yang harus mengacu kepada keputusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu yang lalu sebagai pedoman kita bersama. Semakin cepat selesai Qanun, semakin cepat kita dapat menyelenggarakan Pilkada yang demokratis dan damai. 

Memang saudara-saudara bahwa jadwal Pilkada Aceh telah jauh bergeser jauh. Seharusnya Pilkada dilaksanakan pada November 2011 lalu, dan Gubernur serta Wakil Gubernur Aceh terpilih telah dilantik pada 8 Februari sesuai dengan jadwal habisnya masa jabatan pejabat sebelumnya. Namun karena kita semua menginginkan agar Pilkada dilaksanakan secara benar, secara fair, secara taat hukum, dan dengan azas yang demokratis, jadwal tersebut bergeser beberapa waktu. 

Untuk mengisi perpanjangan waktu untuk persiapan Pilkada tersebut Presiden Republik Indonesia telah menunjuk saudara kita, Ir Tarmizi Karim Msc, sebagai Penjabat Gubernur Aceh. Selamat Datang Bapak Tarmizi Karim. Selamat kembali ke Tanoh Indatu, marilah bersama-sama menyelamatkan Aceh tercinta ini. 

Hadirin sekalian!
Bergesernya jadwal tidak ada masalah asalkan seluruh rakyat Aceh yang kita cintai ini dapat ikut serta mengekspresikan kehendak politik dan hak-haknya sebagai warga negara secara demokratis sehingga Tanoh Indatu ini benar-benar dipimpin oleh orang yang dikehendaki rakyat. Bagi Partai Aceh siapa pun yang menang dalam Pilkada tidak ada masalah asalkan itu hasil pilihan rakyat, atas kehendak kita semua yang telah mengorbankan nyawa dan harta dalam membela Tanoh Aceh tercinta ini. 

Kalau hari ini Partai Aceh menempatkan saya, Zaini Abdullah, sebagai calon gubernur dan saudara saya Muzakir Manaf sebagai calon wakil gubernur, itu bukan kehendak saya dan bukan kehendak Mualem Muzakir. Bukan! Sama sekali bukan! Keputusan itu adalah hasil dari sebuah proses, sebuah mekanisme, yang sangat demokratis yang telah dijalankan oleh Partai Aceh beberapa bulan yang lalu. Kalau ada tuduhan pihak-pihak tertentu bahwa proses pemilihan itu tidak demokratis, maka tuduhan itu sama sekali tidak benar dan bahkan tidak bertanggung jawab. 

Ini adalah kehendak rakyat melalui Partai Aceh, partai yang telah dipilih sebagai pemenang oleh rakyat Aceh pada Pemilu 2009 di tengah-tengah hiruk pikuknya keberagaman partai –partai lain waktu itu. Partai Aceh dan partai lokal lainnya sama halnya dengan partai-partai nasional di Aceh adalah amanah undang-undang. Maka amanah itu perlu dijaga dan diisi agar cita-cita luhur Aceh sebagai daerah yang bermartabat dalam rangka besar Keluarga Indonesia benar-benar dapat kita buktikan dan kita persembahkan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia. 

Kader, dan simpatisan Partai Aceh dan seluruh hadirin yang saya muliakan. 

Demikian juga dengan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota yang akan bertarung dalam Pilkada, semuanya atas kehendak partai, kehendak rakyat yang mencintai partainya, yaitu Partai Aceh. Saya merasakan, dan mungkin semua kita juga merasakan bahwa kini rakyat Aceh menjadi tenteram setelah Partai Aceh mendaftarkan diri sebagai peserta Pilkada. Sebelum partai kita ini, yakni Partai Aceh menyatakan ikut bertarung, ada kegalauan, ada kegelisahan, malah kekecewaan di hati rakyat Aceh. 

Hal itu karena rakyat Aceh sadar bahwa hanya dengan keikutsertaan Partai Aceh-lah maka amanah UU Pemerintahan Aceh dapat berjalan dan dijalankan sesuai dengan tuntutan rakyat yang telah ditunjukkan melalui perjuangan panjang dengan pengorbanan harta bahkan darah sekalipun. Konflik telah melelahkan kita. Pada waktu lalu kita seperti tak punya harapan, maka kita tidak henti-hentinya mengejar harapan tersebut, bahkan dalam penderitaan yang amat getir. Ribuan rakyat kita harus menanggung resikonya. Rakyat kehilangan arah. 

Saudara-saudara sekalian!
Bertahun-tahun saudara-saudara kita berjuang mulai dari bibir pantai sampai ke puncak gunung, mulai dari rawa-rawa sampai ke hutan-hutan rimba memperjuangkan satu tekad yang tak lain dan tak bukan adalah harkat dan martabat rakyat Aceh. Ini di samping saya Saudara Muzakir Manaf, yang tentu amat mengetahui bagaimana pahitnya perjuangan. Bagaimana marwah Aceh ditebus lewat konflik yang panjang dan melelahkan bagi rakyat. Sekali lagi itu semua demi marwah Aceh saudara saudara! 

Memang perjuangan banyak corak dan ragamnya. Maka kemudiaan atas niat baik dan penuh kesadaran kolektif pula konflik panjang itu dapat diakhiri melalui jalan damai yang semua kita tahu terjadi di panggung dunia internasional, MoU Helsinki. Dan berdasarkan kesepakatan damai itu pulalah lahir sebuah Undang Undang Republik Indonesia yaitu Undang Undang Nomor 11 tahun 2006. 

Undang-undang yang diperjuangkan dengan darah dan air mata tersebut hendaknya jangan diinjak-injak, jangan dijadikan lahan untuk mengeruk keuntungan Aceh dan dinikmati oleh segelincir orang saja. UU nomor 11 harus menjadi roh bagi Aceh dan menjadi pedoman dalam kita melangkah ke depan . Tidak boleh sedikit pun UU tersebut dicoba preteli, apalagi untuk kepentingan orang-orang tertentu. 

Sebab itulah roh dan sekaligus darah rakyat Aceh yang telah tumpah bertahun-tahun di Tanoh Indatu Geutanyoe. UU nomor 11 adalah titik tolak kita dalam mengelola Aceh sebagai daerah otonomi khusus. Tidak ada undang undang lain. Tidak ada! 

Hadirin yang berbahagia!
Undang Undang nomor 11 tahun 2006 harus menjadi dasar bagi kita untuk melangkah dan berbuat, bukan hanya untuk kita, tetapi juga untuk anak cucu kita ke depan. UU ini harus benar-benar menjadi perekat rasa ke-Indonesia-an sebagai hasil kesepakatan damai. Tidak ada Indonesia tanpa Aceh. Tidak ada, saudara saudara sekalian. 

Sejarah telah membuktikan demikian. Ketika daerah lain kembali dalam taklukan Belanda setelah perang kemerdekaan, Aceh tampil meneriakkan ke seluruh penjuru dunia bahwa Indonesia masih ada, karena Tanoh Indatu ini masih utuh tanpa dapat disentuh sejengkal pun oleh Belanda. Inilah modal bagi Indonesia untuk mendapat pengakuan dunia setelah usainya Perang Dunia II. 

Saya bermohon kepada Allah untuk tidak sombong dan takabur kalau saya nyatakan, jika tidak ada Aceh pada waktu itu, mungkin, dan bahkan niscaya Indonesia telah lenyap dari peta dunia. 

Oleh karena itu ke-Indonesia-an harus dapat diterjemahkan dalam makna yang yang spesifik. Bahwa Indonesia itu ada karena Aceh itu ada di dalamnya. Maka, di samping nilai-nilai ke-Aceh-an yang memiliki ribuan penggal sejarah dan kisah-kisah heroiknya, makna ke-Indonesia-an juga harus melekat dan merekat di dada orang Aceh. Dengan demikian siapa pun tak boleh mengutak-atik hak-hak orang Aceh dalam sebuah konsensus besar, Indonesia. 

Yang kita inginkan ke depan bahwa Aceh dalam Indonesia adalah Aceh yang makmur, Aceh yang aman, Aceh yang demokratis dan Aceh yang bermartabat. Aceh harus makmur mulai dari Pulau Rondo di Barat Laut sampai ke Lawe Sagalagala di Tenggara. Mulai dari Susoh di Barat Daya sampai ke Limau Mekur di Timur Laut. Semuanya harus aman, harus makmur, dan harus sejahtera agar martabat kita dapat kita jaga bersama. 

Tanoh Aceh Tanoh Indatu
Leupah meusyeuhu ban saboh donya
Masa dilee kon barat ngon timu
Jijak peukaru le bangsa luwa 

Jinoe tapike kiban beu maju
Ngat jeuet tameusu tapeugah haba
Mangat bek gasien geutanyoe teu du
Tanoh Indatu tapeumulia 

Kita semua wajib memajukan Aceh, wajib menjaga Tanoh Indatu. Sebaliknya siapa pun yang menjadi penduduk Aceh harus dilindungi dari ancaman kemiskinan, ancaman keamanan, dan ancaman-ancaman yang menjatuhkan nilai-nilai kemanusiaan. Keamanan di atas segala-galanya, harena itu adalah hak asasi manusia yang universal saudara-saudara. 

Sebab, Jika kita menjaga keamaman dan perdamaian di Aceh , maka itu bermakna sekaligus kita telah menjaga keamaman dan kedamaian di Indonesia. Kalau Aceh tidak aman alias kacau, percayalah bahwa Indonesia ini akan kacau. Letak geografis Aceh, serta bahan –bahan mineral yang terkandung dalam perut bumi Aceh menjadi faktor penting bagi bangsa-bangsa di dunia. Maka jika orang asing saja peduli dengan keamanan di Aceh konon pula kita sebagai orang yang tinggal dan menghirup udara Aceh membiarkan Aceh diobok-obok. 

Hadirin yang berbahagia
Lembaran-lembaran sejarah Nusantara telah memberi bukti akan hal ini. Tidak hanya orang Aceh yang berkepentingan dengan Aceh, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia, seluruh perangkat yang ada di bumi Indonesia. Bahkan sebagaimana kita saksikan bersama, di kala perdamaian dirintis, dunia ikut memberi andil yang besar. Itu sebagai bukti betapa pentingnya Indonesia yang di dalamnya terintegrasi daerah Aceh, daerah modal: Tanoh Indatu kita. 

Konsep ke-Indonesia-an sebagai Negara Bangsa memang cocok bagi Aceh jika Aceh dikelola secara khusus berdasarkan UU nomor 11. Jangan kita biarkan UU tersebut hanya menjadi dokumen tanpa makna. Mari kita pelihara dan kita jalankan bersama agar cita-cita kita yaitu Aceh Makmur dalam Indonesia bisa kita capai dalam waktu yang tidak terlalu lama. Partai Aceh sebagai partai terbesar dalam parlemen Aceh sangat berkewajiban untuk menjaga UUPA dilaksanakan secara murni dan konsekuen. 

Barang siapa mencoba mencederai UUPA bermakna dia menggores hati rakyat Aceh. Untuk itu Partai Aceh bersama pemimpin Aceh atau Kepala Pemerintahan Aceh yang akan dipilih dalam Pilkada nanti, atas izin Allah SWT harus berdiri di depan membela hak masyarakat Aceh, hak-hak rakyat ,siapapun mereka, suku apapun mereka, agama apapun mereka, yang memiliki KartuTanda Penduduk Aceh. Insya Allah saya dan saudara Muzakir Manaf alias Mualem menjadi garda terdepan dalam menjaga harkat dan martabat rakyat Aceh, rakyat yang telah berkorban jiwa dan raganya demi masa ke depan dalam bingkai ke-Indonesia-an. 

Demikianlah beberapa hal yang kami sampaikan. Selanjutnya saya persilakan Saudara kita Teungku Muzakir Manaf alias Mualem. Ini dia Mualem. Bek baroe kon neudeungo-dengo mantong nan gob nyan! [sumber: atjehpost.com]


Berita Terkait: