Oleh: Suadi “Adi Laweuëng” Sulaiman *)
Istilah sesat belakangan ini menjadi fenomenal, ketika keyakinan pribadi yang sesat menjadi konsumsi publik. Keyakinan yang dianut seseorang menjadi keyakinan orang banyak atau para pengikutnya, sehingga orang yang diikuti keyakinannya yang sesat disebutkan menyesatkan.
Jika dikaitkan dengan arti katanya dapat dimaknakan sebagai suatu gerakan yang berkesinambungan (terus menerus) yang menyimpang dari sebuah kebenaran. Dalam hal ini saya tidak menyebutkan salah satu aliran yang sedang beredar, tetapi secara umum bahwa penyesatan terhadap ummat sedang dilakukan dengan berbagai penistaan.
Pengertian sesat atau kesesatan dan yang menyesatkan itu adalah bahasa Arab (dhallun wa mudhallalun) yaitu setiap paham atau pemikiran yang dianut dan diamalkan oleh suatu kelompok yang bertentangan dengan aqidah dan yang dituju (kebenaran) dan setiap yang berjalan bukan pada jalannya. Sebagai dalil syar’iyah bahwa “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”,(Q.S. Al-Fatihah:7).
Lebih jauh lagi keyakinan yang sesat itu diikuti oleh sekelompok anggota masyarakat sehingga membentuk ajaran baru yang menyimpang dari ajaran agama yang sebenarnya, seperti yang dinyatakan dalam surat Yunus ayat 32 bahwa “Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya, maka tidak ada sesudah kebenaran selain kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?
Oleh karena itu, hal tersebut menjadi masalah publik yang diperlukan sikap kritis sehingga dapat memberikan solusi atas masalah tersebut tanpa amukan massa. Namun, sikap kritis tidak mudah dilakukan oleh seseorang karena menyangkut dengan doktrin atau keyakinan.
Dengan kurang efektif atau lemahnya pembinaan ummat beragama secara internal menjadi salah satu bagian dari peluang (oppurtunity) berkembangnya berbagai kesesatan syariah di tanah air, terutama di Aceh. Di sisi lain, adanya pihak eksternal yang memicu untuk menyebarkan berbagai aliran tersebut, sebagaimana dinukilkan dalam al-Quran “Banyak di antara ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki (yang timbul) dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas memberikan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segalanya”, (Q.S. Al-Baqarah:109).
Di dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa “Orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah; sesungguhnya petunjuk Allah (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penilong bagimu”, (QS. Al-Baqarah:120).
Adapun langkah untuk mengantisipasi kelangsungan penyebaran berbagai aliran sesat yang pernah dan barang kali sedang dikembangkan lagi, maka semua pihak harus pro-aktif dan terutama lagi pihak Pemerintah. Jika pembinaan internal sangat kurang, kita berkewajiban untuk menanamkan sikap istiqamah kepada ummat sebagai pondasi berpegang teguh kepada jalan yang benar sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah. Sehingga benar-benar tertanam nilai-nilai keimanan dan keislaman sebagai pondasi spritualitas ummat.
Segalanya harus kembali kepada jalan yang benar dengan meminta ampun kepada Allah swt, maka seseorang akan mendapatkan mamfaat yang besar yakni rahmat dari Allah swt. Upaya ini kita lakukan sebagai langkah ruju’ ilal haqsebagaimana yang tergambarkan dalam al-Quran, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”, (QS. Al-Imran:133).
Dengan demikian, berilmu sebagai seorang beriman haruslah berilmu pengetahuan agar mempunyai pegangan dalam menjalankan aktivitas di tengah kehidupan masyarakat, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain yang mempunyai maksud tertentu untuk menyesatkan. Karena orang beriman dan berilmu itu diangkat derajatnya oleh Allah swt.
Sebagaimana Firman-Nya:“Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untuk kamu. Dan apabila dikatakan kepadamu, berdirilah maka berdirilah kamu, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”, (QS. Al-Mujadilah:11).
Beramal shaleh yang tidak luput dan saling menasehati dan mengingatkan untuk mengajak kepada jalan kebenaran dan kesabaran serta bertaubat dan berjanji untuk tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar syariat yang ditetapkan Allah swt dan Rasul-Nya. Beberapa hal ini menjadi pondasi dasar bagi setiap muslimin dan mukminin untuk tidak terjerumus ke berbagai perkembangan masa yang giliran akhirnya adalah sesat menyesatkan.
Selain pengaruh di atas dan solusi yang mempengaruhi membiaknya berbagai aliran yang dimaksud, juga disebabkan oleh pengaruh globalisasi dan informasi yang membawa paham-paham yang bertentangan dengan nilai-nilai dinul islam serta keadaan ekonomi yang lemah sehingga membuat seseorang kurang mendalami ajaran agamanya, karena “kefakiran itu menyebabkan kekafiran”. Ini menjadi tanggungjawab bersama yang bersifat bagi pihak Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota untuk mencari solusi penghapusan kefakiran ummat.
Munculnya aliran sesat sangat terkait dengan kondisi terpuruknya ekonomi serta gagasan tentang penyelematan kehidupan yang ekonomis. Para pengikutnya adalah orang-orang yang merasa kehilangan harapan ke depan. sehingga kemunculan tokoh seperti Ahmad Mushaddeq.
Mushaddeq yang bernama asli Abdul Salam Rasyidi itu sebelumnya aktif melatih bulu tangkis nasional mulai 1971-1982, setelah tidak melatih dia mempelajari al-Quran secara ortodidak. Setelah itu, dia mempunyai pemahaman dan keyakinan sendiri sehingga akhirnya mengaku telah mendapatkan wahyu kerasulan melalui mimpi saat berada di gunung Bundar Bogor Jawa Barat.
Dia mengaku menerima wahyu setelah berpuasa siang dan malam selama 40 hari. Selanjutnya, dia mendirikan al-Qiyadah al-Islamiyah dan mengaku sebagai rasul yang bergelar al-Masih al-Ma’ud dan Komunitas Millatan Abraham (KOMAR) dikembangkan di nanggroë eundatu, Aceh.
Berbagai aliran sesat di Aceh yang dikembangkan, terutama sekali Komunitas Millatan Abraham (KOMAR) dengan secepatnya Pemerintah Aceh wajib mengambil sikap tegas, sehingga tidak akan menjadi konsumsi generasi selanjutnya dalam pembohongan-pembohongan belaka.
Peraturan Gunernur Aceh Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pelarangan Aliran Sesat di Aceh, harus diterapkan dengan semestinya sesuai dengan Qalamullah dan Sunnah Rasul demi penyelematan terhadap para pengikut aliran-aliran sesat tidak menjadi sasaran kemarahan sebagian kaum muslimin yang menentangnya sekaligus sebagai upaya penyelematan kaum muslimin lainnya, agar tidak terjerumus kedalamnya.
Sikap pembiaran terhadap pembiakan berbagai aliran yang dinilai sesat akan menimbulkan bahaya (mudharat) dan kerusakan (mafsadah) yang lebih besar bagai sebagian besar ummat islam. Baik penyesatan yang dilakukan sebagaimana yang diajarkan belakangan atau kemarahan penentangnya, menolak sesuatu yang akan menimbulkan kerusakan dan bahaya yang lebih besar lebih baik daripada mempertahankan yang kemaslahatan kecil (dar’ul mamfaasid muqaddamun ‘ala jalabil masalih).
Tapi bagaimanapun, cara yang persuasif dengan hikmah dan mau’idzah hasanah dan dialog yang baik seperti yang diperintahkan oleh Allah di dalam Al-Quran Surat an-Nahl ayat 125, merupakan cara terbaik yang harus dikedepankan, dibandingkan dengan menggunakan cara anarkis dan kekerasan yang dilarang dalam islam sendiri. Lebih penting lagi dari itu adalah mengembalikan persoalan ini kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-Nya (hadis sahih).